ANALISIS INTRINSIK NOVEL SANG PEMIMPI

Kamis, 17 November 2011


Judul Novel : Sang Pemimpi
Karya : Andrea Hirata
Penerbit : PT. Bentang Pustaka Jln. Pandega Padma 19, Yogyakarta 55284
Tahun terbit : 2006
Jumlah halaman : 292 halaman, 20,5 cm
1. Sinopsis
Novel Sang Pemimpi menceritakan tentang sebuah kehidupan tiga orang anak Melayu Belitong yaitu Ikal, Arai, dan Jimbron yang penuh dengan tantangan, pengorbanan dan lika-liku kehidupan yang memesona sehingga kita akan percaya akan adanya tenaga cinta, percaya pada kekuatan mimpi dan kekuasaan Allah. Ikal, Arai, dan Jimbron berjuang demi menuntut ilmu di SMA Negeri Bukan Main yang jauh dari kampungnya. Mereka tinggal di salah satu los di pasar kumuh Magai Pulau Belitong bekerja sebagai kuli ngambat untuk tetap hidup sambil belajar.
Ada Pak Balia yang baik dan bijaksana, beliau seorang Kepala Sekolah sekaligus mengajar kesusastraan di SMA Negeri Bukan Main, dalam novel ini juga ada Pak Mustar yang sangat antagonis dan ditakuti siswa, beliau berubah menjadi galak karena anak lelaki kesayangannya tidak diterima di SMA yang dirintisnya ini. Sebab NEM anaknya ini kurang 0,25 dari batas minimal. Bayangkan 0,25 syaratnya 42, NEM anaknya hanya 41,75.
Ikal, Arai, dan Jimbron pernah dihukum oleh Pak Mustar karena telah menonton film di bioskop dan peraturan ini larangan bagi siswa SMA Negeri Bukan Main. Pada apel Senin pagi mereka barisnya dipisahkan, dan mendapat hukuman berakting di lapangan sekolah serta membersihkan WC.
Ikal dan Arai bertalian darah. Nenek Arai adalah adik kandung kakek Ikal dari pihak ibu,ketika kelas 1 SD ibu Arai wafat dan ayahmya juga wafat ketika Arai kelas 3 sehingga di kampung Melayu disebut Simpai Keramat. Sedangkan Jimbron bicaranya gagap karena dulu bersama ayahnya bepergian naik sepeda tiba-tiba ayahnya kena serangan jantung dan Jimbron pontang-panting membawa ayahnya panik. Ia sangat antusias sekali dengan kuda, segala macam kuda ia tahu.
Ayah Ikal bekerja di PN Timah Belitong, ayahnya pendiam tapi kasih sayangnya sangat besar, dia bersepeda ke Magai 30 kilometer hanya untuk mengambil rapot anaknya di SMA Negeri Bukan Main. Dan ibu Ikal menyiapkan baju safari ayah dengan menyalakan setrika arang dan gesit memercikan air pandan dan bunga kenanga yang telah direndam semalam.
Ketika belajar di lapangan sekolah Pak Mustar berkata : “Jelajahi kemegahan Eropa sampai ke Afrika yang eksotis. Temukan berliannya budaya sampai ke Prancis. Langkahkan kakimu di atas altar suci almamater terhebat tiada tara Sorbonne. Ikuti jejak-jejak Sartre, Louis Pasteur, Montesquieu, Voltaire. Disanalah orang belajar science, sastar, dan seni hingga mengubah peradaban”. Ikal dan Arai tak berkedip ketika Pak Balia memperlihatkan gambar yang tampak seorang pelukis dibelakang kanvas berdiri menjulang Menara Eiffel yang menunduk memerintahkan Sungai Seine agar membelah diri menjadi dua tepat dikaki-kakinya.
Saat itulah mereka mengkristalkan harapan agung dengan statement yang sangat ambisius : Cita-cita kami adalah kami ingin sekolah ke Prancis! Ingin menginjakan kaki di altar suci almamater Sorbonne, ingin menjelajah Eropa sampai ke Afrika.
“Kita tak’kan pernah nendahului nasib!” Teriak Arai.
”Kita akan sekolah ke Prancis, menjelajahi Eropa sampai Afrika! Apapun yang terjadi!”
Dengan perjuangan hidup mesti serba terbatas dan banyak rintangan Ikal dan Arai akhirnya diterima kuliah di Universite de Paris, Sorbonne, Prancis. Sedangkan Jimbron tetap di Belitong mengurusi kuda milik capo.
2. Kutipan bagian menarik
Dalam novel Sang Pemimpi ini bagian menarik menurut saya yaitu ketika Arai, Ikal, dan Jimbron mendapat hukuman membersihkan WC sekolah oleh Pak Mustar. Di bagian ini akan ditemukan kisah yang kocak, tegang, serta menyentuh. Kita akan tahu arti persahabatan dimana bisa berbagi suka dan duka. Kutipan ini antara lain :
Jimbron yang gagap ikhlas saja menerima hukuman Pak Mustar bahkan dengan ekspresi gembira mulutnya tidak berhenti berceloteh tentang berbagai macam kuda. Sementara nun tinggi di langit-langit WC ada manusia laba-laba spiderman Arai sedang merayapi plafon, tubuhnya diikat tali-temali.
Telingaku panas tapi aku diam saja. Bertahun-tahun dekat denganku seharusnya dia tahu, aku diam pertanda marah. ”Tapi yang lebih hebat adalah kuda Kanada, Kal. Bukan main binatang itu. Aiiiiih...bukan main mamalia itu!! Kuda Kanada mandi salju pada suhu minus dua puluh derajat, Kal!! Min..minus du..dua puluh derajat!! Kau dengar itu Kal? Kalau kau mandi dalam suhu minus dua puluh derajat Kal, itulah mandimu yang terakhir!”
Ingin aku menggosok gigi Jimbron dengan sikat ubin WC ini, tapi aku masih sabar. ”Kuda balap..kuda sembrani..kuda Jengish Khan..kuda India..tapal kuda..” Dan setiap aku mendengar satu kata kuda, maka satu anak tangga aku naik ke puncak kemarahan. Suatu kemarahan karena rasa bosan akan cerita kuda dari Jimbron yang telah kutahan sejak dua jam yang lalu, sejak bertahun-tahun yang lalu. Kuda Jimbron adalah tetesan air yang terus-menerus menghujam batu karang kesabaranku. Dan setelah sekian tahun, siang ini batu karang itu retak, beberapa tetes air lagi ia akan terbelah.
”..Kuda Persia..kuda Afrika..kuda troya..diperkuda..kuda siluman..” Aku kelelahan dan stres. Aku tak tahan lagi dengan siksaan hikayat kuda. Semua ini harus dihentikan hari ini, hari ini juga!! ”Tapi kuda Australia!! Ya, kuda Aus..tra..lia, adalah yang terhebat dari semua jenis kuda yang ada di muka bumi ini, Kal!! Kuda Aus..tra..lia best of the best of the best of the best!! Hewan itu lebih tampan dari manusia!!”
Darahku mendidih. Aku mencapai puncak emosi. “Yang dapat menandingi kuda Australia hanya kuda Arab, Kal!! Tahukah kau mengapa pria jantan dijuluki kuda Arab?! Astaga Kal, kaki belakang hewan itu seperti ada tiga!! Kau paham maksudku??!
Akhirnya, batu karang kesabaranku terbelah. Aku meledak.
”Diaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaammmm!!!” Aku bangkit, berteriak sekuat tenaga membentak Jimbron sambil membanting sikat gigi, lap, dan pahat.
Brughh!! Arai yang tengah mengumpulkan kotoran kelelawar terperanjat. Jika tidak mengikatkan dirinya pada balok plafon, dia sudah terhempas ke lantai. Kotoran kelelawar dari atas Arai tumpah seperti hujan bubuk belerang menimpa kepala Jimbron yang berdiri gemetar. ia tak mampu bergerak karena kaget pada gertakanku. ”Aku sudah muak, Bron!! Muak!! Muak!! Muak dengan cerita kudamu itu! Apa tidak ada topik lain,jiwamu sudah dirasuki setan kuda!!”
Jimbron berdiri mematung pucat pasi.Ia seakan tak percaya aku tega membentaknya sekeras itu. Kejadian ini terjadi refleks, sangat cepat di luar kendaliku. Kemarahan setinggi puncak telah melukai hati Jimbron yang tak pernah dihardik dengan keras oleh pendeta Geovanny yang telah membesarkannya dengan kehalusan budi dan tutur kata. Ikal berdiri lemas merasa bersalah pada Jimbron, pada Arai, bahkan pada pendeta Geo. Sambil kuelus-elus punggung, kubimbing ia berjalan menuju kantin sekolah Jimbron tersedu sedan tanpa air mata, Jimbron terpukul.
“Maafkan aku, Bron..” kataku lembut. kisah kuda ini sudah keterlaluan. Tidakkah kau ingat, sejak kita SD diajar mengaji oleh Taikong Hanim, sejak itu tidak ada hal lain selain kuda? Kita bukan SD lagi, kita sebentar lagi dewasa akil balig. Berarti semua perbuatan kita telah di hisab oleh Allah dan Allah tidak suka yang berlebih-lebihan.
Jimbron terenyuh,wajahnya berangsur cerah. Ikal menceritakan mimpi mereka sekolah di Prancis, merantau ke jawa dan lainnya. Jimbron pun mulai tersenyum kecil, Jimbron telah mendapat pencerahan sekaligus penyembuhan. Ikal telah mendobrak ruang pekat di kepalanya dimana ia terkunci dalam perangkap obsesif kompulsif terhadap kuda. Ikal telah membebaskan dari penderitaannya bertahun-tahun dari penyakit gila kuda.
Jimbron meraih tanganku, menyalamiku dengan erat dan mengguncang-guncang tanganku. Senyumnya manis dan pasti. Ikal terharu karena sudah banyak yang berusaha menyembuhkan Jimbron tapi gagal semua. Bahkan Jimbron hampir dimandikan dengan kembang tujuh rupa untuk menghilangkan bayang-bayang kuda yang terus menghantuinya.
Pada momen ini kami memahami bahwa persahabatan kami yang lama dan lekat lebih dari saudara, berjuang senasib sepenanggungan, bekerja keras bahu-membahu sampai titik keringat terakhir untuk sekolah dan keluarga, tidur sebantal makan sepiring, susah senang bersama, ternyata telah membuatkan maslahat yang tak terhingga bagi kami. Persahabatan yang berlandaskan cinta kasih itu telah merajut ikatan batin yang demikian kuat dalam kalbuku dan saking kuatnya sampai memiliki tenaga gaib penyembuhan.
”Ikal..!” panggilnya halus sekali, penuh rahasia, dan bersemangat. Sebuah panggilan bermakna ungkapan terima kasih yang besar karena aku telah menyelamatkannya, sekaligus mengandung permohonan maaf yang tulus serta harapan. Ia sangat terharu terhadap kemampuan penyakit gila kudanya yang telah kronis. ”Ya, Jimbron yang baik hati..” jawabku lembut penuh kasih sayang. Rasanya ingin sekali aku memeluknya.
Dan bagian yang terharu ketika berbulan-bulan Ikal dan Arai menunggu keputusan pengujian beasiswa. Lima belas orang dari pelamar adalah peluang yang amt sempit. Kalaupun lulus pasti universitasnya sama. Akhirnya tukang pos tiba, setelah magrib surat itu di buka bersama-sama.
Aku beranjak membawa suratku dan duduk di rumah panggung kami. Ayah dan ibuku mengikutiku lalu duduk di kanan kiriku. Aku tak sanggup membuka surat itu maka kuserahkan pada ibuku, ayahku menunggu dengan gugup, aku memalingkan muka. Ibuku menbuka dengan berlinang air mata. Detik itu aku tahu aku diterima dengan lulus. Ayahku tersenyum bangga. Aku terbelalak ketika membaca nama universitas yang menerimaku. Alhamdulillah kata ibuku berulang-ulang.
Begitu juga dengan Arai. Ikal mengambil surat kelulusan Arai dan membaca kalimat demi kalimat dalam surat surat keputusan yang dipegangnya dan jiwakun seakan terbang. Hari ini seluruh ilmu umat manusia menjadi setitik air di atas samudra pengetahuan Allah. Hari ini Nabi Musa membelah laut merah dengan tongkatnya, dan miliaran bintang gemintang yang berputar dengan eksentrik yang bersilangan, membentuk lingkaran episiklus yang mengelilingi miliaran siklus yang lebih besar, berlapis-lapis tak terhingga di luar jangkauan akal manusia. Saemuanya tertata rapi dalam protokol jagat raya yang diatur tangan Allah. Sedikit saja satu dari miliaran episiklus itu keluar dari orbitnya, maka dalam hitungan detik semesta alam akan meledak menjadi remah-remah.
Hanya itu kalimat yang dapat menggambarkan bagaimana sempurnanya Tuhan telah mengatur potongan-potongan mozaik hidupku dan Arai, demikian indahnya Tuhan bertahun-tahun telah memeluk mimpi-mimpi kami, telah menyimak harapan-harapan sepi dalam hati kami, karena di kertas itu tertulis nama universitas yang menerimanya, sama dengan universitas yang menerimaku, di sana jelas tertulis : Universite de Paris, Sorbonne, Prancis.
3. Unsur-unsur intrinsik
1. Tema
Novel ini memiliki tema tentang persahabatan dan perjuangan dalam mengarungi kehidupan serta kepercayaan terhadap kekuatan sebuah mimpi atau pengharapan.
2. Amanat
Terdapat banyak amanat yang terkandung dalam novel ini diantaranya :
a. Kita harus percaya akan keagungan dan kekuasaan Allah SWT.
b. Menjalin persahabatan dengan baik, saling memahami kekurangan dan kelebihan masing-masing.
c. Pengorbanan harus dibarengi dengan kesabaran dan tetap optimis.
d. Gantungkan cita-cita setinggi langit.
e. Keterbatasan, kemiskinan bukan penghalang meraih cita-cita karena itu berusaha dan berdoa sangat diperlukan.
f. Saling membantu, menghargai kepada sesama.
3. Alur
Dalam novel ini menggunakan alur maju dan mundur. Alur maju ketika pengarang menceritakan dari mulai kecil sampai dewasa dan alur mundur ketika menceritakan peristiwa waktu kecil pada saat sekarang/dewasa.
4. Tokoh dan Watak
1. Ikal : baik hati, optimistis, pantang menyerah, penyuka Bang Rhoma
2. Arai : pintar, penuh inspirasi/ide baru, gigih, rajin, pantang menyerah
3. Jimbron : polos, gagap bicara, baik, sangat antusias pada kuda
4. Pak Balia : baik, bijaksana, pintar
5. Pak Mustar : galak, pemarah, berjiwa keras
6. Ibu Ikal : baik, penuh kasih sayang
7. Ayah Ikal : pendiam, sabar, penuh kasih sayang
Dan tokoh lain Mahader, A Kiun, Pak Cik Basman, Taikong Hanim, Capo, Bang Zaitun, Pendeta Geovanny, Mak cik dan Laksmi adalah tokoh pendukung dalam novel ini.
5. Latar/tempat dan Waktu
Dalam novel ini disebutkan latarmya yaitu di Pulau Magai Balitong, los pasar dan dermaga pelabuhan, di gedung bioskop, di sekolah SMA Negeri Bukan Main, terminal Bogor, dan Pulau Kalimantan. Waktu yang digunakan pagi, siang, sore, dan malam.
6. Sudut Pandang
Pengarang Andrea Hirata menggunakan sudut pandang orang pertama (akuan) karena dalam novel ini lebih banyak menyebutkan Aku.
7. Gaya Penulisan
Novel ini ditulis dengan gaya realis bertabur metafora, penyampaian cerita yang cerdas dan menyentuh, penuh inspirasi dan imajinasi. Komikal dan banyak mengandung letupan intelegensi yang kuat sehingga pembaca tanpa disadari masuk dalam kisah dan karakter-karakter yang ada dalam novel Sang Pemimpi.

0 komentar:

Posting Komentar